Setiap hari ada satu garis yang aku tarik untuk melengkapi gurat wajahmu.
Setiap hari.
Kala teringat bibirmu, aku bekerja keras di situ, menggambar bentuk mulut sambil membayangkan kecupmu.
Kali lain, saat memori membawaku ke tangan besar yang melingkupi punggung, aku melengkapi garis tanganmu, membuatnya nyata. Hingga dadaku sesak, hanya dengan melihatnya.
Hari ini aku sedang mengingat matamu. Lalu aku tak kuasa menahan diri, menarik beberapa garis sekaligus, membuat matamu hidup dan menguarkan tatap panas. Ahh, ramuan dukun mana yang kau beli? Hanya dengan menatapnya saja, aku menggigil di bagian-bagian tubuh tersembunyi.
Ketika nanti gurat tubuhmu lengkap, mampukah aku menjadikannya bernyawa? Agar kita bisa mengulangi malam, saat napas berkejaran, dan mulut memamah lapar.
/ode rindu nomor seratus dua
Tetaplah menulis ode ode berikutnya ya kaak..kusukaa…💓
Wahhh…
Ada yang suka. ^^
Mamaci sangat, nonaa
Laff
*kiss
Kak, aku tak menyangka kamu puitis jugaaaa..
Kalo baca ini jadi pengen nulis kaya ginian kaya awal awal aku ngeblog tapi udah susaaaah :)))
Hayu kakak.
Duet kitaaaa? 😀
Ternyata kak re puitis yaa :*
Dudududu…
Baru kali ini dibilang puitis