Jeritan Laras, teman seperjalanan di #PesonaToraja saat makan malam, membuat saya, Teh Nita, Mba Terry, dan Mas Dyan kaget.
“Pedes banget, padahal cuma taruh setengah sendok,” kata Laras sambil hah-huh-hah-huh, dan menenggak air putih banyak-banyak.
Saya yang tidak percaya cabainya pedas, langsung menyendok dan mengaduknya di soto. Mungkin ini yang namanya karma, belum sedetik menjajal kuah soto, saya sudah terbatuk-batuk. Gila! Cabenya pedas betul!
Pak Naja, pemandu yang melihat kami batuk-batuk dan kepedasan berjamaah malah tertawa lepas melihat kami menderita. Segera saja, Si Bapak kami interogasi, dan jawabannya adalah:
Pak Naja (N): Itu paprika, cuma lebih kecil
Kami (K): Mana mungkin paprika, Kalau paprika ga pedes! *ngotot
Pak Naja sigap. Beliau segera ke dapur untuk meminta cabe yang belum digiling dan menunjukkan kepada kami bentuk aslinya. Lha memang iya, cabenya mirip sekali dengan paprika! Imut, kecil, warnanya juga cantik. Sebagai penggemar makanan pedas, saya menyatakan ini adalah cabe paling pedas yang pernah saya cicip selama hidup!
Adalah Katokkon, cabe khas Toraja, yang jadi biang keladi kerusuhan malam itu. Katokkon berhasil menaikkan kembali adrenalin yang sempet redup setelah perjalanan darat selama 8 jam penuh dari Makassar ke Toraja. 🙂
Kunjungan kami ke Pasar Bolu persis keesokan harinya sungguh menjawab segala pertanyaan yang sejak semalam berputar-putar di kepala. “Waah, itu katokkon!” saya berseru dan meminta izin kepada indo (ibu) penjual sayur untuk berfoto sebentar dengan lada (cabe) legendaris itu.
Di pasar, katokkon dijual dalam ukuran gantang kaleng, ada gantang kecil, sedang, besar. Harganya mulai dari Rp 5.000 – Rp 10.000 per gantang. Ingin membeli per kilogram juga boleh, harganya sekitar Rp 60.000, harga bisa jadi lebih tinggi saat musim hujan.
Lada katokkon muda akan terlihat berwarna hijau keunguan. Setelah dibiarkan beberapa hari warnanya akan berubah merah sempurna. Buah cantik bernama latin capsicum annuum L. var. sinensis ini tumbuh baik di dataran tinggi, sekitar 1000 hingga 1500 meter di atas permukaan laut.
Ssstt, kejutan dari Toraja belum selesai. Masih ada satu jenis cabai lagi yang sangat terkenal karena rasa pedasnya.
Bapak-bapak, Ibu-ibu, hayuk kenalan dulu dengan Lada Barra. Lada barra ini bentuknya mirip betul sama cabe rawit hijau yang biasa dikasi gratis sama abang-abang tukang gorengan. Iya apa iya?
Tapiii jangan tertipu. Sekali lagi jangan tertipu. Indo-indo di pasar bilang, cabai ini lebih pedas daripada katokkon. Mereka bilangnya sambil senyum, kayanya bahagia betul liat turis pasang tampang bengong.
Setelah melalui perenungan panjang, saya yang penggemar makanan pedas, memutuskan untuk “sekedar tahu” aja, ga berniat mencoba. Cukup sudah tertipu katokkon yang pura-pura jadi paprika. Jangan lagi tertipu lada barra yang pura-pura jadi cabe rawit. Jangan!
Waktu saya tanya ke indo penjual apa nama cabe di sebelah kanan itu, katanya namanya “lombok tidak pedas”. Hahaha.. Perhatikan perbandingan lada barra dengan cabe rawit merah, ukuran lada barra itu imut-imut, kecil-kecil, sungguh penampakannya tidak mengancam. Untung saja saya waspada, ya. *iket kepala* 😀
Sepencicipan saya, lada katokkon lebih mudah ditemukan di rumah makan. Biasanya katokkon sudah dihaluskan dan dihidang terpisah bersama menu yang dipesan. Kalau teman-teman main ke Toraja, tolong hati-hati ya, sebaiknya lebih dulu ambil sesedikit mungkin sambalnya, jika suka (dan kuat) baru tambah sesuai selera. ^^
Katokkon digunakan sebagai salah satu bahan masakan untuk masakan tradisional Toraja seperti pa’piong (lauk yang dimasak dalam bubung bambu) dan pantollo pammarasan (lauk yang menggunakan kalua-mirip keluak-sebagai bumbu masak).
Kalau sudah dicampur jadi bumbu masak begini, pedasnya katokkon sebenarnya masih bisa ditahankan. Pemandu kami bilang, katokkon bisa dikurangi lagi tingkat pedasnya kalau biji di dalam buah dibuang seluruhnya. Mau pakai katokkon buat garnish? Boleh boleh boleh. 😀
Suka pedas? Saya menantang teman-teman mencoba katokkon dan lada barra. Kalau udah pernah coba, bolehlah cerita-cerita sama saya pengalamannya gimana. Buat saya, pedasnya omongan mantan di whatsapp ga ada apa-apanya lah kalau dibanding sama pedasnya katokkon. *ehe
/salam pedes-pedesan
Aduh kangen katokkon. Sebutir kayaknya cukup buat stok sambal seminggu.
Tips ibu hemat ala Nita!
bener banget, ga usah diaduk, tempel dikit aja udah pedes.
Kirain orang doang yang bisa nipu dan pura-pura. Ternyata cabe juga yah 🙁
Banget.
Lebih parahnya, setelah tertipu kita ga bisa marah-marah sama cabenya. Hhehehe
Ooooh ini katokkon namanya.. Dulu gue lihat pas di Toraja tapi kirain semacam tomat.. Sok tau sih, nggak nanya-nanya 😹
Kalo Laras ga ketipu mungkin aku juga akan berpikir sama.
Bentuknya memang ga mengancam.
Kirain omongan Tehnit lebih pedas. Ternyata…
Kalo mau coba musti ke Toraja? Duh penasaraaannnnnnn
Kali ini teh nita kalah sama Katokkon.
1-0
Wajib coba yez! Pengalaman mendebarkan!
Ayo ke rumahku, sll ada stok…maklum orang toraja gak bisa jauh2 dari katokkon… 😀
Ketipu rame-rame hahahaha
Ketipu kok rame-rame hahahaha
Karena dia lucu dan imut.
Siapa yang tega nuduh yeee kaan..
lucu ya, saya hanya kuat makan sambel dari lada katokkon dan tak akan mules2
kalau di Jakarta ogah makan sambel tapi kalau mudik setiap hari mesti makan 😉
Kenapa bisa gitu? Kebiasaan aja, kah?
Wah wah Katokkon ini kayaknya bisa dijadikan salah satu alasan kuat untuk mengunjungi Toraja satu waktu nanti 🙂
Maklum edamu ini pecinta pedas ^^
Persis.
Katanya ada lagi satu jenis cabe yang super pedas, tumbuhnya di Timor.
duh aku mau cobakkkk
Bisa beli sambal katokkon online. Tapi katanya level cabenya udah ga separah aslinya sih.
sebagai pecinta cabe aku pemgem cabe ini. kok aku belum pernah liat ya..
Aku juga baru liat di Toraja, kak.
Sayang ga bawa pulang kemarin.
Aku pasti gak bakal mau coba. Gak kuat pedes soalnya :)))
Wajib coba kak, cocol aja dikiitt
Di pontianak juah ada lo, lebih dikenal dengan nama peringgi atau bakul
Wahh, sayang banget kemarin ga nyobain. Nanti kalau ke Pontianak lagi aku cari deh.
Makasi Mas Asmadi. ^^
*juga
Saya juga namem di Palembang, dapet bibit langsung dari Pallopo Toraja.
Tumbuh subur dan tetap pedas rasanya.
Wahh, Asikk! Bisa nyambel pake cabe dikit tapi pedesnya hah huh hah huh, deh.
Katanya ada lagi cabe yang lebih pedas, namanya Lada Larantuka, jadi penasaran pingin coba.
Saya terbiasa selama Bertahun-tahun tahun dgn sambal Lampung Ny. LILY.
Saya pesan sambal Katokk
Wah, aku di Lampung, tapi belum pernah coba.
Kalo di kaltim berau, katokkon yg ditanan g sepedas katokkon asli toraja.. Tp lumayan la bisa obati rasa kangen ma toraja n katokkon yg super pedas itu.
Lokasi juga berpengaruh ke pedas/nggak cabenya ya. 🙂
Kalo di kaltim berau, katokkon yg ditanam g sepedas katokkon aslinya lagi. Tp lumayan la bisa obati rasa kangen sama toraja dan katokkonnya yg super pedas itu
Emng katokkon beda dri cabe lainnya.
Sampai2 sa tanam d jayapura tumbuh lbih subur si dibanding d toraja.
Tapi pohonnya udah mo mati aj belum berbuah juga aduhhhhh..
E lupa.. Ad satu pohon yang berbuah tapii buahnya sebiji doangg..
Tp suatu hri pas pulang dri sekolah.. Buah yg 1 itupun hilang dri pohonnya hahahaaaa..
Batall deh rasain Katokkon lagi.
klo menurut lidahku, Carolina reaper lebih mantap..
Saya juga pecinta pedas, dan sudah biasa makan lada katokkon karena asal saya dari Toraja, tp secinta2nya saya sama pedas, tetap masih lebih cinta sama istri..hehehe..
Kalo saya di rumah wajib sambelnya pake katokkon, kalo katokkon abis ya gak nyambal deh…kalo mudik yang utama dibawa pulang ya katokkon ini…
Wahhh, sampe bawa pulang buat nyambel ya. 🙂